Tuesday, 26 August 2025
kontak@karodaily.id
FokusIndonesia ElectionPilpres

Peneliti Sebut Kemenangan Dinasti Jokowi di Pemilu Sebagai Kekalahan Demokrasi

Presiden Indonesia Joko Widodo dan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. (tidak digambarkan) menyampaikan pernyataan bersama di Istana Malacanang, di Manila, Filipina, 10 Januari 2024. Ezra Acayan/Pool via REUTERS

KARODAILY.id, Jakarta- Pimpinan Polmark Research Center Eep Saefulloh mengatakan kemenangan Presiden Joko Widodo atau dinasti Jokowi pada pemilu 2024 merupakan kekalahan demokrasi. Ia menyatakan demokrasi harus ditingkatkan selangkah demi selangkah.

Hal itu disampaikan Eep dalam diskusi daring pada Selasa, (09/01/2024) bertajuk ‘Masa Depan Demokrasi Jika Dinasti Jokowi Menang’. Pemilu, menurutnya, bisa menjadi langkah awal bagi siapapun yang percaya pada sistem demokrasi untuk melakukan pergantian kekuasaan.

Pemilu, termasuk Pilpres, akan digelar pada 14 Februari 2024. Putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka akan menjadi tandem calon presiden Prabowo Subianto untuk menghadapi rivalnya Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.

“Kalau Jokowi menang, maka demokrasi kalah,” kata Eep yang pernah menjadi konsultan politik mendampingi Jokowi pada 2014. “Tidak ada jaminan kemenangan Ganjar atau Anies bisa disebut kemenangan demokrasi. Prinsipnya, demokrasi harus terus diperjuangkan.”

Eep Saefullah Gatah : Foto Agung Pambudhy/detikcom

Presiden tidak pernah terang-terangan mendukung salah satu calon di Pilpres 2024. Namun, Gibran – wakil presiden Prabowo, dinilai banyak orang mewakili dinasti Jokowi.

Wali Kota Solo berusia 36 tahun itu mengikuti kontestasi Pilpres dengan keputusan kontroversial di Mahkamah Konstitusi yang saat itu dipimpin oleh pamannya Anwar Usman terkait batasan usia 40 tahun.

Belakangan, kubu Prabowo mengaku mendapat dukungan jelas dari Jokowi. Prabowo yang saat ini menjabat Menteri Pertahanan menyebut dan mencap Koalisi Indonesia Maju sebagai ‘Tim Jokowi’. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran terhadap netralitas presiden dan jajaran aparatur terhadap ancaman lain terhadap demokrasi yang muncul pasca pemilu.

Dalam diskusi Selasa, Eep menyampaikan bahwa demokrasi di satu sisi memungkinkan adanya cara hidup yang lebih demokratis. Namun di sisi lain, gagasan demokrasi diyakini bahwa setiap orang mempunyai potensi untuk memperjuangkan kepentingan sempit.

Untuk itu, kata Eep, setelah kemenangan terhadap Jokowi dalam jangka pendek tercapai, maka perlu direncanakan langkah-langkah yang lebih bersifat menengah seperti pembatasan kekuasaan presiden di akhir masa jabatannya. Ia juga menilai penting untuk merehabilitasi demokrasi dengan mereformasi peraturan perundang-undangan yang rusak seperti UU KPK hingga Omnibus Law. “Dalam demokrasi, ini adalah perjuangan yang tidak pernah berakhir,” kata Eep.(karodaily).

Sumber : tempo.co

 

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.