Wednesday, 27 August 2025
kontak@karodaily.id
Milky WaySumatera Utara

Guna Pastikan Hak Dasar Rakyat Atas Air, DPR – RI Diminta Sahkan UU SDA

Hak Dasar Atas Air Dipandang sudah saatnya dilihat sebagai elemen penting yang aturannya mesti bisa disahkan.(ist/FIS Unimed).

KARODAILY.CO,MEDAN- DPR – RI diminta dapat memastikan pengaturan hak dasar rakyat atas air dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Sumber Daya Air (SDA) yang saat ini tengah memasuki tahap akhir perumusan.

Hal ini menjadi salah satu poin yang mengemukan dalam Diskusi Pakar “Memastikan Pengaturan Hak Dasar Rakyat atas Air pada RUU Sumber Daya Air yang dilaksanakan atas kerja sama Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Negeri Medan (Pusham Unimed) dengan TERRA Simalem di Ruang Sidang FIS Unimed, Rabu (17/07/2019).

Tuntutan ini menurut Reza Sahib dari Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air ( KRuHA) sejalan dengan Deklarasi yang dilakukan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah pada Sidang Umum PPP pada akhir bulan Juli 2010 yang menyatakan bahwa air dan sanitasi merupakan hak asasi manusia.

Namun sambungnya, masalah kerap muncul dalam praktek tata kelola air. Apalagi bagi negara berkembang seperti Indonesia, setidaknya terdapat beberapa tantangan yang dihadapi dalam kerangka memenuhi kebutuhan air bersih bagi seluruh warganya, yaitu pertama persoalan infrastruktur yang meliputi persoalan bagaimana menjaga dan memperluas jaringan infrastruktur yang telah tersedia.  Hal ini terkait dengan pembiayaan infrastruktur termasuk tarif dan kecakapan penyedia layanan dalam hal  efisiensi dan produktivitas layanan.

Tantangan kedua, dengan memahami air sebagai kebutuhan dasar persoalan sosial politik menjadi bagian yang tidak terpisahkan, misalnya tarif yang terjangkau, transparansi dan akuntabilitas. Terakhir adalah persoalan lingkungan dan kesehatan publik, dimana konservasi dan pengelolaan lingkungan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam penyediaan layanan air. Dengan demikian, penyediaan layanan air dan sanitasi yang baik sangat tergantung pada baik tidaknya kebijakan pembiayaan pembangunan, kebijakan sosial dan kebijakan pengelolaan alam khususnya air.

Sementara itu, Direktur Center for Regulation, Policy, and Governance (CRPG) dan pakar SDA dari UIKA Bogor, Mohamad Mova Al’Afghani pada Diskusi Pakar itu mengatakan, RUU tentang SDA harus menjadi jawaban atas berbagai persoalan yang menahun terkait pemenuhan hak atas air oleh masyarakat. Sebab, air merupakan kebutuhan vital masyarakat yang harus dijamin oleh pemerintah.

Permasalahannya, pemerintah hingga saat ini baru mampu menyediakan kurang dari 70 persen kebutuhan air bersih bagi masyarakat. Untuk memperkuat ketahanan air dan pemenuhan 100 persen kebutuhan air bagi masyarakat, pemerintah perlu mengalokasikan dana sebesar Rp 100 triliun hingga tahun 2024 untuk pembangunan infrastruktur SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum). Karenanya, kehadiran swasta dalam pengelolaan air bersih bagi masyarakat tetap dibutuhkan.

“Karenanya, aturan payung hukum baru harus segera diterbitkan. Pentingnya diundangkannya dengan segera RUU SDA yang baru, karena meskipun keputusan MK juga menyatakan bahwa UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan diberlakukan kembali, tetapi MK dalam amar keputusannya juga tidak menyatakan bahwa semua aturan pelaksanaan yang mengikuti UU No. 11 Tahun 1974 berlaku kembali.

Dengan demikian, semua aturan tesebut juga batal demi hukum karena sudah semua aturan pelaksanaan UU No 11 Tahun 1974 juga dibatalkan oleh semua tata aturan di bawah UU Nomor 7 Tahun 2004,” katanya.

Mohamad Mova Al’Afghani mengatakan, meski soal pemenuhan hak atas air sudah dimasukkan ke dalam prioritas hal-hal yang dijamin pemenuhannya dalam pasal 8 RUU SDA, seperti kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat, dan SPAM, tapi hal tersebut masih menjadi pertanyaan.

“Yang dijamin di sini air baku untuk SPAM-nya atau air SPAM-nya (yang sudah diolah),” ujarnya.

Selain itu, kata Mova, belum adanya penjelasan untuk kebutuhan pokok sehari-hari. Di penjelasan dimasukkan perihal 60 liter per orang per hari, sementara untuk pertanian tidak lebih dari 2 hektare Senior PSIK. “Tapi untuk SPAM belum ada penjelasannya.Maka jadi suatu pertanyaan, apakah Hak Atas Air dari SPAM itu dijamin oleh UU? Apabila iya, seberapa banyak?” kata Mova.

Dia juga mempertanyakan soal jaminan rakyat atas air itu, apakah yang dijamin itu kuantitasnya saja, atau kualitasnya juga? “Kalau hanya kuantitasnya, ya itu tidak berarti. Kalau kualitasnya juga sangat sulit,” katanya.

Soal izin untuk swasta serta syarat tertentu dan ketat seperti (Pasal 47 RUU SDA), Mova mengatakan sudah banyak perbaikan dalam pembahasannya. Misalnya, syarat kerjasama badan usaha, bank garansi dan 10 persen sudah dihilangkan.

“Cuma soal pemangku kepentingan sekitar, yang tadinya rekomendasi persetujuan menjadi konsultasi saja. Mungkin ini seharusnya dilakukan pada level wilayah sungai. Begitu juga soal izin usaha untuk swasta buat SPAM di Pasal 51 RUU SDA, sudah cukup baik. Saya tidak setuju kalau RUU SDA ini menghilangkan keterlibatan pihak swasta untuk bisa memegang izin SPAM. Ini tidak realistis,” ucapnya.

Namun demikian sebut Pakar Hukum Lingkungan Universitas Sumatera Utara Prof. Dr Alvi Syahrin tanggung jawab negara dalam memenuhi hak atas air setiap orang, perlu ada mekanisme yang tegas dan jelas bagimana negara akan melakukan upaya-upaya bagi ketersediaan air dan terutama langkah-langkah untuk menjamin akses tersebut. Siapa pun sebagai penyedia air (baik BUMN/BUMD maupun swasta), harus dianggap sebagai lembaga kepanjang-tangan negara yang merupakan lembaga yang memiliki sifat dan karakteristik lembaga publik yang: a. terikat kepada prinsip-prinsip keterbukaan informasi, yang membuka akses informasi terhadap dokumen yang dimilikinya;  b. bisa dikontrol melalui berbagai mekanisme public yang ada[1]; c. memiliki kewajiban untuk menjalankan kegiatannya sebagai pemenuhan hak atas air yang menjadi tanggungjawab negara; d. pelibatan pihak swasta sebagai penyedia air tidak menghapuskan tanggungjawab pemerintah untuk memenuhi hak atas air yang dimiliki oleh rakyatnya.

 

Dengan demikian tambah Alvi , pengakuan air sebagai hak asasi manusia mengindikasikan bahwa: di satu pihak adalah pengakuan terhadap kenyataan bahwa air merupakan kebutuhan yang demikian penting bagi hidup manusia, dan di pihak lain perlunya perlindungan kepada setiap orang atas akses untuk mendapatkan air.

Sedangkan Direktur Air Limbah PDAM Tirtanadi Sumatera Utara, Fauzan Nasution mengatakan perlunya pembenahan pengelolaan SPAM, karena terangnya tidak semua BUMN maupun BUMD punya kapasitas yang mumpuni.

“Kita tidak mau membebani APBD, jadi harus bermitra dengan swasta. Perlu diatur soal pembagian peran antara swasta dan BUMD. Selain itu, air limbah juga harus diatur. “Tapi ini tidak banyak disentuh dalam RUU SDA,” katanya.

Direktur TERRA Simalem, Nanang mengatakan, diskusi pakar yang mereka laksanakan bertujuan menyediakan wadah diskusi para pihak di Sumatera Utara guna menjaring masukan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat akan air bersih. Selain itu mendapatkan pendapat dan pemikiran para pakar di Sumatera Utara pada hal yang terkait dengan penafsiran umum atas konsep penguasaan negara pada sektor air dan penafsiran konsep “6 Prinsip Dasar Pengelolaan Air, khususnya yang menyangkut pemenuhan hak-hak rakyat atas air terpenuhi.

“Diskusi ini juga ingin menyelaraskan penafsiran yuridis atas konsep-konsep diatas kedalam koridor ilmiah, khususnya keilmuan air serta mendorong pihak-pihak terkait seperti DPR RI dan pemerintah agar segera menerbitkan Undang-undang Sumber Daya Air sebagai pengganti UU yang berlaku sekarang ini,” kata Nanang.

Nanang menambahkan, tindak lanjut dari diskusi ini akan dilakukan dalam bentuk prosiding, melakukan pertemuan tambahan tafsiran akademisi atas 6 Prinsip Dasar Pengelolaan Air dan mengirimkan masukan resmi ke Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah.

Adapun kegiatan Diskusi Pakar Memastikan Pengaturan Hak Dasar Rakyat Atas Air Pada RUU SDA ini dibuka oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Dra. Nur Berutu, M.Pd  dengan menghadirkan sejumlah pembicara lain, yakni Prof. Dr Hasim Purba (Prodi Hukum Perdata USU), Prof. Dr Abdul Rauf ( Ketua Forum DAS Sumut), Dr Mustafa Kamal Rokan, MH (Pakar Hukum Konsumen UINSU), Henry Thomas Simarmata (Senior PSIK Indonesia), Iswan Kapitra (Bitra Indonesia). (KARODAILY.CO/REL/latif.).

 

 

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.