
Catatan ringan oleh : Nanang,SS
Yang dipentingkan adalah mencari titik temu antara kebutuhan dan keinginan.
Pemilihan kepala daerah ( Pilkada) serentak tahun 2024 semakin jauh masuk kedalam tahapan penting. Lalu lintas kerja tidak hanya nampak di area penyelenggara, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu. Kesibukan bahkan terlihat lebih di seberang. Tempat dimana para “pemain” berharap surat keputusan dari yang namanya partai politik.
Tidak tanggung memang. Dalam masa – masa ini, setiap bakal calon bupati/wakil bupati dan wali kota/ wakil wali kota serta bakal calon gubernur/wakil gubernur terpaksa harus wara-wiri mendaftar dan melakukan lobi – lobi ke semua tingkatan pengurus partai.
Di luar kerja – kerja yang berhubungan dengan partai politik, setiap kandidat tentu sejak dini sudah harus membangun komunikasi dengan masyarakat banyak.
Ada banyak jenis pendekatan yang sudah dilakukan. Mulai dari pemasangan alat peraga pengenalan diri yang sifatnya konvensional, penggunaan jejaring teknologi, hingga road show bertemu rakyat dalam rangka menemukan harapan bersama.
Kesemua itu kini dilakukan berbarengan.

Sebab, hampir mustahil itu dipisahkan. Waktu pelaksanaan Pilkada serentak yang jatuh pada 27 November 2024, membuat para bakal calon pemimpin tidak punya pilihan lain. Lima bulan waktu yang dihadapkan kepada mereka sejak KPU di setiap wilayah merilis tahapan pelaksanaan pemilihan, sebenarnya adalah derita.
Begitupun tak apa, karena banyak juga yang sadar makna tersirat dari penggalan syair Iwan Fals “Keinginan adalah sumber penderitaan”. Tinggal bagaimana cara bakal calon pemimpin meramu sumber daya hingga kemudian menghasilkan daya dukung yang kuat kepada dirinya.
Di kedua ranah ini, para Bacalon kepala daerah sudah pasti juga menghadapi berbagai tantangan dan keinginan. Karena disini, para kandidat mesti menampilkan citra, identitas dan integritas dirinya. Sehingga mau tidak mau dibutuhkan daya tahan kandidat.
Daya tahan yang dimaksud tidak hanya bersumber dari kecakapan Bacalon dalam mengemas positioning dan diferensiasi hingga cara branding diri. Kemampuan dan kecukukupan sumber daya “tempur” lainnya amat sangat dibutuhkan. Itu akan berlaku hingga hari “H” pencoblosan.
Bilapun hal diatas terpenuhi, setiap kandidat sejauh ini mesti mengingat laku sikap agar bisa menggapai dan menjemput kemenangan.

Setidaknya, ada beberapa pesan penting dalam upaya melewati tahapan ‘tempur’ tersebut ;
1.Hindari situasi “masuk angin” atau “kempes”di tengah jalan. Pasalnya, kondisi ini dapat membuat pasukan tercerai – berai. Meskipun bagi sebahagian kandidat berfikir bahwa membangun ulang pendukung adalah jalan cepat, fakta singkatnya waktu juga harus difikirkan.
2.Perkuat sikap sabar. Para bakal calon pemimpin di daerah mesti menjadikan sikap sabar sebagai jalan tengah pergumulan kepentingan di sekelilingnya.
3.Jangan Pernah Merasa Kena “Olah”. Dalam pengertian umum “Olah mengolah” adalah praktik tipu daya. Bagi kandidat, setidaknya harus mampu menangkap keinginan dari setiap sudut pendukungnya. Memang, pada ujungnya, semua agenda berkaitan dengan pembiayaan atau piti kata orang Medan. Kandidat tidak boleh alergi bicara ini, meskipun harus ada standarisasi.
Yang terpenting, semua pendukung diberikan reward sesuai tugas pokok dan fungsinya. Jangan pernah muncul rasa di kandidat, “Waduh aku sedang diolah” ini. Yang dipentingkan adalah mencari titik temu antara kebutuhan dan keinginan.
4.Jangan “cuci kering”. Sebaliknya, bagi para pendukung, agenda memenangkan kandidat sudah seyogianya menjadi tujuan dasar. Jangan melulu berfikir soal pembiayaan. Karena setiap dari kita memiliki harapan pada pemimpin baru. Jadi, tanggalkan sifat “cuci kering” sampai kandas para kandidat. Karena, merekapun sebenarnya lelah atau bahkan di tengah jalan ada yang tobat ikut serta lagi.(*).