Warga Desa Bandar Baru, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, melakukan aksi demo penolakan permintaan pengosongan rumah oleh Pemprov Sumut, di kawasan Bumi Perkemahan Sibolangit, Deli Serdang, Rabu (12/10/2022). (TRIBUN MEDAN/MUHAMMAD NASRUL)
KARODAILY.id, Bandar Baru – Puluhan orang yang diketahui warga Desa Bandar Baru, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, melakukan aksi unjuk rasa di seputar Bumi Perkemahan Sibolangit, Rabu (12/10/2022). Diketahui, aksi ini dilakukan warga karena rumahnya tiba-tiba ditempeli kertas yang berisi permintaan pengosongan rumah.
Amatan Tribun Medan, warga dari Dusun 5 Desa Bandar Baru tersebut, melakukan aksi pertama kali di sekitar jalan utama Medan-Berastagi. Selanjutnya, aksi kembali dilanjutkan ke gedung yang ada di kawasan Bumi Perkemahan Sibolangit.
Disana, mereka menuntut tanggungjawab pihak Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) Pemprov Sumut yang diketahui memasang kertas tersebut di rumah warga. Informasi yang didapat, permintaan pengosongan rumah tersebut dilakukan oleh Pemprov Sumut dengan menerjunkan Satpol-PP ke lokasi.
Berdasarkan keterangan dari perwakilan warga Fahmi Azhari, aksi tersebut dilakukan karena masyarakat merasa tidak terima secara langsung Pemprov berencana untuk mengusir warga. Di mana, isi dari surat yang ditempel oleh Satpol-PP Pemprov Sumut tersebut berbunyi Surat Peringatan (SP) pertama.
“Tentunya dalam hukum yang kami ketahui, kalau sudah ada SP satu, pasti ada SP dua, ke depan pasti ada SP tiga. Kalau sudah SP tiga, pasti eksekusi, inilah yang kami takutkan,” Ujar Fahmi.
Dijelaskan Fahmi, awalnya dulu tanah yang saat ini ditempati oleh masyarakat merupakan pemberian negara kepada masyarakat. Di mana, pemberian lahan yang sebelumnya berfungsi sebagai perusahaan teh tersebut terjadi pada tahun 1954 silam.
“Ada sebagian leluhur kami yang sudah diberikan negara oleh pak Presiden Soekarno dulu tahun 1954, untuk menjaga ketahanan pangan dibagikan tanah ini, masih ada suratnya sama kami,” Ucapnya.
Dirinya mengatakan, jika pemerintah ingin mengambil tanah tersebut kembali agar dilakukan dengan cara yang sesuai dengan prosedur yang berlaku. Di mana, masyarakat diajak untuk saling berbicara dengan pemerintah untuk musyawarah.
Jika memang nantinya lahan di sana akan digunakan untuk kepentingan umum, mereka meminta agar dilakukan mediasi. Namun, apa yang terjadi sejak lama sampai saat ini justru masyarakat merasa diintimidasi oleh pemerintah untuk meninggalkan tanah dan rumahnya.
“Ya harusnya dimediasi dulu sama kami, tapi sampai detik ini tidak ada. Kalau yang saya dengar dulu dari kakek saya, pertama dulu sempat mau dibikin yayasan di Dusun 1 tapi berhenti karena masyarakat bertahan, di sini juga sempat ada pemagaran tapi terhenti juga. Kami kira kami sudah merdeka, tapi apa sekarang juga dilakukan percobaan serupa,” katanya.
Lebih lanjut, dirinya mengatakan masyarakat saat ini hanya meminta bekas kasihan dari pemerintah.
Karena masyarakat sudah hidup sejak lama di sana, di mana ada yang sudah berkeluarga hingga punya cucu, dan ada juga yang memiliki usaha.
Jadi, jika tanah ini kembali diambil oleh pemerintah tanpa adanya solusi maka tentunya akan membawa dampak buruk lainnya seperti kemiskinan.
Pasalnya, dengan tanah yang ada saat ini masyarakat sudah mandiri dan bisa hidup dengan layak. Untuk itu, masyarakat kembali menegaskan kepada pemerintah agar segala tindakan yang dilakukan tidak semena-mena dan harus memikirkan kepentingan masyarakat luas.(karodaily).