Pacu Jalur: Warisan Budaya Riau yang Kembali Viral, Jejak Sejarah Balap Sampan Sejak Abad 17

KARODAILY.id, Riau – Tradisi Pacu Jalur kembali mencuri perhatian publik setelah videonya viral di berbagai platform media sosial. Lomba balap perahu tradisional di Sungai Kuantan, Riau ini bukan hanya sekadar atraksi olahraga, tetapi juga menyimpan nilai sejarah dan budaya yang dalam, yang berakar sejak zaman kolonial Belanda.
Dilansir republika.co.id, Pacu Jalur adalah perlombaan mendayung perahu panjang (jalur) yang dilakukan secara massal oleh puluhan pendayung. Kegiatan ini umumnya digelar di Sungai Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau. Video-video yang beredar di media sosial memperlihatkan ratusan warga memadati tepi sungai sambil menyaksikan deretan perahu kayu yang dihiasi warna-warni saling berpacu dengan irama gendang dan sorakan.
Namun, tak banyak yang tahu bahwa tradisi ini memiliki akar sejarah yang panjang. Dalam catatan sejarah, Pacu Jalur telah ada sejak abad ke-17. Menurut buku “Tradisi Pacu Jalur: Warisan Budaya Tak Benda Masyarakat Kuantan” karya Ahmad Yunus (2010), jalur awalnya bukan digunakan untuk lomba, melainkan sebagai moda transportasi utama masyarakat di sepanjang Sungai Kuantan.
“Dulu, jalur digunakan oleh masyarakat adat untuk pergi ke pasar, pengangkutan hasil bumi, dan bahkan sebagai alat mobilisasi perang oleh kerajaan-kerajaan kecil di Kuantan,” tulis Yunus dalam bukunya.
Seiring waktu, terutama pada masa pemerintahan kolonial Belanda, jalur mulai digunakan dalam kegiatan seremonial, seperti menyambut pejabat Belanda yang datang mengunjungi wilayah pedalaman Riau. Gubernur Jenderal Hindia Belanda bahkan disebut pernah menyaksikan langsung lomba ini sebagai bentuk penghormatan rakyat terhadap penguasa kolonial.
Pacu Jalur merupakan ekspresi budaya sekaligus simbol perlawanan yang dibalut dalam bentuk hiburan rakyat. Pacu Jalur tak hanya menggambarkan kekuatan fisik dan kerja sama, tapi juga menjadi sarana konsolidasi sosial, apalagi di masa kolonial ketika rakyat tak punya banyak ruang berekspresi.
Sejak kemerdekaan, Pacu Jalur berevolusi menjadi ajang tahunan yang digelar untuk memperingati HUT RI setiap bulan Agustus. Pemerintah Kabupaten Kuansing menjadikannya sebagai pesta rakyat yang menyedot ribuan wisatawan lokal maupun mancanegara.
Setiap jalur atau perahu bisa berukuran hingga 30 meter dengan jumlah pendayung mencapai 50 orang. Mereka mewakili desa-desa (kampung) yang telah mempersiapkan diri berbulan-bulan lamanya. Jalur diberi nama-nama simbolik seperti “Tuah Keramat Sakti” atau “Singa Kuantan Berlian”, dan dihiasi ornamen megah menyerupai kepala naga atau burung garuda. Kemenangan dalam Pacu Jalur bisa meningkatkan kehormatan kampung selama setahun penuh.
Warisan Budaya Tak Benda Indonesia

Pada 2014, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pacu Jalur sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia. Penetapan ini memperkuat posisi Pacu Jalur sebagai aset budaya nasional, dan mendorong pelestarian tradisinya di tengah gempuran modernisasi.
Viralnya Pacu Jalur di media sosial tahun ini menjadi momentum penting untuk kembali mengenalkan kekayaan budaya lokal kepada generasi muda. Ribuan pengguna TikTok dan Instagram mengunggah ulang video para pendayung yang kompak dan semangat, lengkap dengan tabuhan musik tradisional yang menggetarkan.
“Pacu Jalur bukan hanya soal mendayung perahu, tapi tentang menyatukan semangat kolektif, disiplin, dan cinta terhadap budaya sendiri,” kata Dr. Arfan B. Arif.
Melalui viralitas ini, Pacu Jalur tak hanya hidup di tepian Sungai Kuantan, tapi juga mulai mengalir ke hati masyarakat Indonesia yang haus akan akar dan identitas budaya.
Rayyan Arkan Dikha, bocah berusia 11 tahun asal Riau yang viral karena menari di atas perahu saat ajang Pacu Jalur, resmi dinobatkan sebagai Duta Pariwisata Riau oleh Gubernur Abdul Wahid. Penobatan ini merupakan bentuk apresiasi atas kontribusinya dalam mempromosikan budaya lokal ke panggung dunia.
Dikha mengatakan ia telah mulai menjadi Anak Coki sejak usia 9 tahun. La pun mengaku sangat senang dan tak menyangka aksinya akan mendapatkan apresiasi sebesar ini.

“Saya senang sekali. Gak nyangka bisa diapresiasi jadi duta pariwisata Riau dan mendapat penghargaan juga,” kata Dikha seperti dikutip dari siaran pers Pemprov Riau, Rabu (9/7/2025).
Anak Coki adalah sebutan bagi penari yang berdiri di ujung perahu, menggoyangkan tubuhnya dan menjadi pusat perhatian penonton selama lomba Pacu Jalur berlangsung. Menurut Dikha, tugas ini sangat menantang karena ia harus menjaga keseimbangan di atas perahu panjang yang bergoyang hebat akibat didayung puluhan anak jalur.
“Hal tersulit saat menari di atas perahu adalah menjaga keseimbangan badan. Saya belajar sendiri, secara otodidak,” kata Dikha.
Sebagai bentuk penghargaan, Pemerintah Provinsi Riau tidak hanya memberikan gelar duta, tetapi juga beasiswa pendidikan untuk masa depan Dikha. Gubernur Riau, Abdul Wahid, menyampaikan kebanggaannya kepada Dikha yang berhasil mengangkat kearifan lokal ke tingkat internasional melalui kekuatan media digital.
“Kami bangga, karena semua orang membuka mata bahwa tradisi dan budaya sangat berkembang di Riau terutama Pacu Jalur. Ini menunjukkan bahwa tradisi bisa tetap hidup dan mendunia melalui peran anak muda,” kata Abdul Wahid.
Kepopuleran Dikha melejit setelah videonya saat menari di ujung perahu tim Tuah Koghi viral di media sosial. Dalam video itu, Dikha menari dengan percaya diri sambil mengenakan pakaian adat serbahitam dan kacamata hitam.
Aksi Dikha yang karismatik dan energik ditonton jutaan kali serta menuai pujian dari berbagai belahan dunia. Warganet menyebut penampilannya sebagai perwujudan sempurna dari fenomena “aura farming”, yakni tren digital yang merujuk pada seseorang yang memancarkan karisma dan kepercayaan diri secara spontan.
Tak lama setelah viral, video Dikha diunggah ulang oleh akun resmi beberapa klub sepak bola besar dunia seperti Paris Saint-Germain (PSG) dan AC Milan. Bahkan, bintang NFL asal Amerika Serikat sekaligus kekasih penyanyi Taylor Swift, Travis Kelce, ikut menirukan gerakan Dikha di TikTok. Selain tokoh publik internasional, selebritas Tanah Air seperti Luna Maya dan Atta Halilintar juga meramaikan tren aura farming di media sosial dengan meniru gerakan Dikha.(karodaily).